Thursday, September 18, 2008

Manejemen SMAN 1 MUARA HARUS




KERANGKA PEMIKIRAN

POLA KEPEMIMPINAN KEPALA

PADA SMA NEGERI 1 MUARA HARUS

Di susun Oleh : Drs. ABDUL BASID BASERI

I. LANDASAN PEMIKIRAN

  1. Tantangan Pendidikan di masa depan tidaklah semakin ringan karena kemajuan teknologi dan informasi semakin berkemabng dan kompleks, maka peningkatan mutu merupakan salah satu prioritas utama yang harus dilakukan di sekolah.
  2. Kita harus berani membiasakan diri untuk selalu berpikir prioritas dan rasional dengan didasari oleh ilmu pengetahuan, jaringan kerja dan moral yang tinggi untuk kemajuan bersama
  3. Pembaharuan dan perubahan merupkan suatu rposes yang berlangsung secara terus menerus, seiring dengan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi serta aspirasi yang berkembang di kalangan komponen sekolah.
  4. Terobosan-terobosasn baru yang belum pernah dilakukan oleh pimpinan sekolah yang terdahulu perlu menjadi pemikiran utama dalam menjalankan kepemimpinan Kepala Sekolah
  5. Perlu juga dikembangkan pemikiran-pemikiran dan aktifitas kerja yang mengarah kepada “team work for all successful”. Denngan kata lain bahwa Peningkatan Mutu di sekolah tidak hanya merupakan tanggungjawab Kepala Sekolah melainkan tanggung jawab bersama seluruh komponen sekolah untuk mencapai Keberhasilan Bersama.

II. ALTERNATIF MODEL KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

Berdasarkan pola pikir diatas, maka perlu dicari model Kepemimpinan Kepala Sekolah yang sesuai dengan kondisi nyata, serta melihat berbagai peluang, kelebihan dan kelemahan yang ada di sekolah saat ini. Kemudian mengkaji berbagai teori pola-pola kepemimpinan yang berkembang dewasa ini, maka di SMA Negeri 1 Muara Harus ini yang paling cocok diterapkan adalah Pola Kepemimpinan yang sering di sebut oleh para ahli Pendidikan dengan “MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU (MPM)” atau disebut juga dengan “MANAJEMEN MUTU TERPADU”.

A. Pengertian

Manajemen Peningkatan Mutu (MPM) adalah sekumpulan prinsip dan teknik kepemimpinan yang menekankan bahwa peningkatan mutu harus bertumpu pada sekolah sendiri, kepemimpinan, ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif, dan pepberdayaan semua komponen sekolah untuk secara terus menerus meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat.

B. Prinsip Pelaksanaan MPM

1. Dilaksanakan pda Level sekolah

2. Hanya dapat dilaksanakan jika kepemimpinan Kepala Sekolah baik dan dapat diterima oleh semua komponen sekolah

3. Didasarkan pada data kualitatif dan kuantitatif

4. Dilakssanakan secara terus menerus/berkelanjutan

5. Memberdayakan semua warga sekolah yang meliputi ;

- wakil kepala sekolah

- guru

- staf tata usaha

- orang tua siswa

- komite sekolah

- OSIS

6. MPM harus bertujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan paada siswa, orang tua, dan masyarakat

C. Kepemimpinan Dalam MPM

Kepemimpinan yang diterapkan dalam MPM adalah kepemimpinan yang Mandiri dengan kekhasannya ;

1. Lebih banyak mengrahkan daripada mendorong dan memerintah

2. Bersandar pada kerja sama daripada Kekuasaan

3. Menanamkan rasa Kepercayaan

4. Menunjukkan bagaimana cara melakukan

5. Mengembangkan suasana antusias

6. Senantiasa memperbaiki Kesalahan

D. Upaya Yang Harus Dilakukan

1. Mengendalikan proses baik kurikuler maupun administratif

2. Melibatkan proses diagnosa dan proses tindakan

3. Memerlukan partisipasi semua warga sekolah

E. Langkah-langkah Melaksanakan MPM ;

1. Mengevaluasi Sekolah sendiri

2. Menjabarkan aktifitas sekolah yang ada di sekolah

3. Menentukan indikator aktifitas tersebut

4. Menentukan sasaran dan target yang akan dicapai

5, Merumuskan cara agar skor indikator sekolah dapat meningkat

6. Menentukan program kerja untuk meningkatkan mutu sekolah

7. Secara priodik melakukan evaluasi :

a. Kegiatan Belajar Mengajar

b. Kepemimpinan dan kultur sekolah yang meliputi ;

Kepemimpinan Umum, kepemimpinan untuk melakukan

perubahan, kepemimpinan belajar, konteks budaya, rasa

memiliki dan budaya perbaikan.

c. Manajemen dan Pengembangan sekolah (manajemen

perbaikan, tujuan sekolah, prioritas dan perencanaan)

F. Tujuan Pelaksanaan MPM adalah ;

1. Suasana penuh ketidakpercayaan kearah penuh saling pengeretian

dan keterbukaan.

2. Suasana Kerja individual menjadi team work

3. Organisasi Tertutup menjadi Terbuka dan Dinamis

4. Manajemen Autokratis mengarah Leader dan Pembimbingan

5. Kekuasaan pada Pimpinan menjadi Demokratis

6. Keputusan berdasarkan Filling menjadi Analisis fakta riil

7. Keterlibatan semua pihak akan meningkat

8. Terdapat kerangka kerja yang sistematis dan dapat dijadikan acuan

dalam peningkatan mutu pendidikan.

    1. Hasil Yang Diharapkan

Apabila MPM ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar, maka sekolah akan dapat berperan dan berfungsi sebagai :

1. School Review

Yakni proses yang yang melibatkan seluruh komponen sekolah

dapat bekerja sama dengan pihak-pihak yang relevan misalnya

orang tua, tenaga profesional untuk mengevaluasi efektifitas

kebijakan, program sekolah, mutu lulusan dan lain sebagainya.

Selain itu sekolah juga dapat melihat ;

a. apa yang akan dicapai sekolah

b. bagaimana pencapaian hasil belajar

c. faktor-faktor apa yang menghambat

d. faktor-faktor apa yang dapat meningkatkan hasil belajar

2. School Benchmarking

Yakni sekolah mempunyai standar baik dalam proses maupun hasil yang akan dicapai dalam suatu priode tertentu

3. Quality Assurance

Yaitu kemampuan sekolah untuk memberikan jaminan bahwa proses yang berlangsung telah dilaksanakan sesuai denngan standar yang ditentukan. Hal ini dapat berjalan denngan baik apabila sekolah ;

a. quality assurance menekan pada kualitas hasil belajar siswa

b. Monitoring hasil kerja siswa secara terus menerus

c. Informasi data dari sekolah dikumpulklan dan dianalisis untuk perbaikan

d. Warga sekolah dan orang tua siswa mempunyai komitmen bersama untuk mengevaluasi kondisi sekolah dan memperbaikinya

e. Pemantauan penilaian dan pelaporan hasil kerja siswa secara berkesinambungan

f. Program-program pokok sekolah dikomunikasikan ke fihak-fihak yang berkepentingan

4. Quality Control

Sekolah akan mempunyai sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualoitas out put yang tidak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

II. HAL-HAL YANG PERLU DIBUDAYAKAN DALAM KULTUR

SEKOLAH

Aspek Pokok yang berkaitan dengan Mutu Sekolah adalah :

1. Proses Belajar Mengajar

2. Kepemimpinan dan Manajemen

3. Kultur Sekolah

Kultur Sekolah adalah nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah dan diakui bersama oleh warga sekolah.

A. Yang Harus ada pada Kultur Sekolah adalah ;

1, Rangsangan untuk berprestasi

2. Penghargaan terhadap Prestasi

3. Komunikasi Sekolah yang tertib

4. Pemahaman terhadap Tujuan Sekolah

5. Ideologi Sekolah yang Kuat

6. Partisipasi orang tua

7. Kepemimpinan Kepala Sekolah

8. Hubungan Akrab diantara sesama warga sekolah

B. Kultur Sekolah akan baik jika :

1. Kepala Sekolah Berperan sebagai Model

2. Manpu membangun Team Work yang Handal

3. Belajar dari Staf, Guru dan Siswa

4. Memahami Kebiasaan yang baik untuk diteruskan dan dikembangkan

C. Peran Kepala Sekolah dalam Pembentukan Kultur Sekolah

1. Kepala Sekolah harus Memahami Kultur Sekolah yang ada

2. Perubahan Kultur Sekolah yang lebih sehat harus segera di mulai

3. Kepala Sekolah harus Mengembangkan Kepemimpinan berdasarkan

dialog, saling perhatian dan pengertian.

4. Memberikan Kesempatan kepada Staf bahkan siswa untuk mengusulkan

kultur sekolah yang dikehendaki.

D. Memaksimalkan Peran Orang tua/Wali Siswa :

1. Kegiatan Keluarga yang rutin disertai tanggung jawab masing-masing

2. Prioritas ditekankan pada Pekerjaan Sekolah

3. Dorongan untuk melaksanakan tugas sekolah

4. Tingkatkan Interaksi Verbal

5. Orang tua harus memahami kegiatan anak di sekolah

Untuk keperluan tersebut orang tua siswa harus diperlakukan sebagai patner sekolah yang meliputi ;

1. Dukungan terhadap Upaya Bersama

2. Mendukung terwujudnya lingkungan keluarga yang kondusif untuk belajar

3. Dukungan Guru

Demikian Kerangka Pola Kepemimpinan yang akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Muara Harus tercinta ini pada masa-masa mendatang. Semoga Allah SWT memberikan Kekuatan Lahir dan Bathin kepada kita semua untuk dapat melaksanakan rencana ini, sehingga kemajuan sekolah ini ke depan dapat kita rasakan bersama. Amien

Muara Harus, Pertengahan September 2009

Kepala SMA Negeri 1 Muara Harus

Drs. ABDUL BASID BASERI

NIP. 19640410.199103.1.011

sepeda santai



Pada tanggal 16 Agustus 2008, SMAN 1 Muara Harus mengadakan sepeda santai untuk memperingati HUT RI ke-63. Acara meriah ini diikuti oleh 600 peserta dari sekolah - sekolah yang ada di Kecamatan Muara Harus. Diakhir kegiatan peserta mendapatkan hadiah-hadiah menarik (doorprize) yang berasal dari sponsor yaitu Tanjung Cycling Club, Pro XL, Camat Muara Harus dan RR+M Tanjung. Semoga acara ini bisa terselenggara tiap tahun.

Friday, April 18, 2008

GURU IDOLA

MENJADI GURU IDOLA

Bersama :

Drs. H. Dwiyono Iriyanto, MM

“MENJADI GURU IDOLA : NEVER ENDING PROCESS”*)

Oleh : Drs. HD. Iriyanto, MM

(Motivator & Inspirator Religiospiritual; Direktur GIM – HRD Training Centre Jogja; Dosen STMIK Amikom Jogja; Staf Ahli Pembelajaran Primagama Pusat)

PENGANTAR

Di bulan Mei yang lalu dalam tempo sepekan, ada dua SMS (short message service) yang masuk ke ponsel saya dari Prof. Yohanes Surya. Dua-duanya membanggakan dan mencengangkan. SMS pertama memberitakan bahwa pelajar kita mendulang prestasi besar di arena Konferensi Internasional Saintis Muda di Polandia 16 -24 April 2009. Di ajang ini pelajar kita menempati urutan pertama dengan meraup 6 medali emas, mengungguli Jerman yang menempati peringkat kedua dengan 3 emas. Sedang SMS kedua menginformasikan bahwa pelajar kita berhasil menyabet gelar The Best Experiment (penghargaan tertinggi untuk eksperimen Fisika) pada ajang Olimpiade Fisika Asia yang berlangsung di Thailand 24 April – 2 Mei yang lalu.

Apa yang dipersembahkan oleh para pelajar tersebut tentu tidak pernah lepas dari peran para guru dan pelatih yang membimbing mereka. Adalah totalitas, kesungguhan, serta kegigihan para guru dan pelatihlah yang memungkinkan para pelajar kita meraih hasil yang sangat mengesankan tersebut. Dengan fakta ini sekaligus membuktikan bahwa jika murid memperoleh metode pembelajaran dan pelatihan yang sesuai dengan talenta mereka, maka prestasi gemilang pun menjadi sebuah keniscayaan.

Karena itu, dalam disertasinya DR. Titiek Rohanah Hidayati menyebut bahwa guru merupakan bagian integral dari sumberdaya pendidikan yang sangat menentukan keberhasilan sebuah pendidikan. Sebagai salah satu sub komponen dalam pendidikan, khususnya komponen pendidik dan tenaga kependidikan, guru merupakan sebuah kunci dalam melakukan peningkatan mutu pendidikan. Karena itu, posisi mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif. (Titiek RH, 2008)

Sementara itu, dalam pandangan Prof. DR. Moh. Fakry Gaffar, M.Ed, mantan Rektor IKIP Bandung, guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Meskipun perkembangan teknologi pembelajaran berkembang demikian pesat, namun dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat multicultural, peranan guru tetaplah dominan. Karena ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran, yang diperankan oleh guru yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. (Dedi Supriadi, 1998)

DWI DIMENSI KECAKAPAN GURU

Guru dalam akronim Jawa sering diartikan dengan makna ‘digugu’ (dipercaya) dan ‘ditiru’ (dicontoh). Agar dipercaya para murid, seorang guru harus memiliki kecakapan pengajaran, yakni kecakapan mentransfer ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada para murid. Sedangkan untuk bisa dicontoh oleh para murid, seorang guru harus memiliki kecakapan pendidikan, yakni kecakapan menuntun para murid agar mereka tumbuh menjadi manusia yang selamat dan bahagia, baik di dunia maupun akhirat.

Sebagaimana dijelaskan Ki Hadjar Dewantara, bahwa pengajaran (onderwijs) itu tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan, serta kecakapan kepada anak-anak, yang kedua-duanya dapat berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Adapun pendidikan (opvoeding) itu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Moch. Tauhid, dkk., 2004)

Jika dikorelasikan dengan tuntutan kompetensi guru yang diamanatkan oleh Undang-undang Guru dan Dosen, maka pada prinsipnya dua macam kecakapan tersebut selaras dengan tuntutan kompetensi guru sebagaimana tertuang dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam Undang-undang ini seorang guru harus memiliki 4 macam kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, professional, kepribadian, dan sosial.

Menurut interpretasi penulis, dua kompetensi pertama berhubungan dengan aktivitas pengajaran, sedangkan dua kompetensi berikutnya berkaitan erat dengan aktivitas pendidikan. Dengan demikian, mewujudkan sosok guru idola pada dasarnya adalah mengembangkan keempat jenis kompetensi tersebut melalui proses yang konsisten dan berkesinambungan.

GURU IDOLA vs GURU POPULIS

Sebelum terlalu jauh mengupas tentang guru idola, perlu kiranya kita sepakati terlebih dahulu bahwa terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara guru idola dengan guru populis. Penulis memaknai guru idola sebagai guru yang diterima dengan baik kehadirannya oleh para murid karena kecakapan pengajaran dan pendidikan yang dikuasainya. Sedangkan guru populis adalah guru yang diterima dengan baik oleh para murid lebih karena kemampuannya menyenangkan para murid, apakah karena ia orang yang humoris, akrab dengan para murid, atau karena jarang marah.

Dengan batasan tersebut, bisa dikatakan bahwa guru idola hampir bisa dipastikan merupakan guru yang populis. Tetapi guru populis tidak dengan sendirinya bisa menjadi guru idola. Lalu, adakah kriteria yang bisa kita pakai sebagai referensi untuk mewujudkan sosok guru idola itu ?

Pada pertengahan 90an, Gerstner dkk memberi gambaran tentang perubahan peran guru. Menurut mereka perubahan berpusar pada pola relasi antara guru dan lingkungannya : dengan sesama guru, dengan siswa, dengan orangtua, dengan kepala sekolah, dengan teknologi, dan dengan karirnya sendiri. Dalam hal ini guru akan lebih banyak tampil tidak lagi sebagai ‘pengajar’ (teacher) semata, melainkan akan memainkan peran yang lebih luas lagi. Yakni sebagai pelatih, konselor, manajer belajar, partisipan, pemimpin, dan juga sebagai pelajar.

Sebagai pelatih (coach) misalnya, guru harus mampu mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya, bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan, membantu siswa menghargai nilai belajar dan pengetahuan. Sedangkan sebagai konselor, guru akan menjadi sahabat siswa, teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa. (Dedi Supriadi, 1998)

Dalam makalah ini penulis lebih condong menggunakan kriteria guru idola berdasarkan kepemilikan standar kompetensi yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, yakni :

  1. Memiliki kompetensi Pedagogik yang dinamis. Artinya, dalam menjalani pengelolaan pembelajaran peserta didik, seorang guru harus memiliki keterbukaan dalam hal :

a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;

b. pemahaman terhadap peserta didik;

c. pengembangan kurikulum atau silabus;

d. perancangan pembelajaran;

e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;

f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;

g. evaluasi hasil belajar; dan

h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya

2. Memiliki kompetensi Profesional yang progresif. Artinya, dalam melaksanakan profesinya seorang guru harus meningkat kemampuannya dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:

a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan

b. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

3. Memiliki kompetensi Kepribadian yang kian matang. Artinya, dalam melaksanakan tugas kesehariannya, seorang guru harus secara aktif, mandiri, dan berkelanjutan mengembangkan kepribadiannya menuju terwujudnya pribadi yang :

a. beriman dan bertakwa;

b. berakhlak mulia;

c. arif dan bijaksana;

d. demokratis;

e. mantap;

f. berwibawa;

g. stabil;

h. dewasa;

i. jujur;

j. sportif;

k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri;

4. Memiliki kompetensi Sosial yang efektif. Artinya, dalam melaksanakan pergaulan sehari-hari, seorang guru harus terus-menerus mengasah kecakapan sosialnya di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, yang ditunjukkan dengan :

a. berkomunikasi lewat lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;

b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;

d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan

e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

NEVER ENDING PROCESS

Menilik demikian banyaknya kriteria yang mesti dimiliki oleh sosok guru idola, maka upaya mewujudkannya menjadi sebuah proses yang tiada akhir. Namun yang sering terjadi di lapangan tidaklah demikian. Seorang guru yang telah memperoleh Sertifikat Pendidik, pelan tapi pasti berkurang hasrat dan semangatnya untuk tetap mengembangkan kompetensinya. Seorang guru yang hampir memasuki masa pensiun juga memiliki sikap dan perilaku yang sama. Ia tidak lagi sesemangat tahun-tahun sebelumnya.

Karena itulah mewujudkan sosok guru idola melibatkan beberapa faktor dalam diri seorang guru yang harus diupayakan secara konsisten dan berkelanjutan.

Pertama, faktor motivasi yang dipicu oleh visi. Bagi seorang guru yang berkeinginan keras menjadi guru idola, maka motivasi internal yang mendorongnya untuk merealisasikannya bakal terus terpelihara dengan baik. Ia sadar bahwa jalan yang bakal dilaluinya tidak selamanya mulus, namun dorongan keyakinan yang datang dari dalam dirinyalah yang akan membuatnya tetap bersemangat, sekalipun ia telah memasuki masa pensiun. Karena sesungguhnya profesi guru akan tetap melekat pada diri seseorang sampai akhir hayatnya.

Kedua, faktor cara berpikir yang terbuka. Bagi seorang guru yang pikirannya selalu terbuka, apa pun yang dilihatnya dalam kehidupan ini selalu menjadi serba mungkin dan selalu ada yang baru. Ia percaya bahwa apa yang diketahuinya jauh lebih sedikit daripada apa yang tidak diketahuinya. Karena itu, ia akan senantiasa menyambut baik hal-hal yang bersifat kreatif dan inovatif. Ia tidak akan berpikir dogmatis terhadap apa-apa yang telah diketahuinya.

Dan ketiga, faktor tindakan yang secara riil dijalani. Bagi guru yang ‘talk less do more’, eksperimen merupakan hal yang menggairahkan. Ia tahu bahwa tidak pernah ada jaminan keberhasilan bagi setiap eksperimen, namun ia merasa selalu mendapatkan pelajaran berharga dari setiap eksperimen yang dijalaninya. Sehingga yang selalu jadi pegangan bagi dirinya dari setiap eksperimen yang dilakoninya adalah : berhasil atau belajar. Baginya tidak pernah ada yang gagal atau sia-sia.

Jika Prof. Yohanes Surya sangat diidolakan oleh para pelajar yang menggemari ilmu Fisika, Anda juga bisa jadi idola murid-murid Anda. Tentu saja jika Anda sanggup memelihara motivasi positif, cara berpikir yang terbuka, dan yang paling penting jika Anda bersedia berbuat.

Yogyakarta, 13 Agustus 2009

*) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Kompetensi Guru di Tanjung Kalimantan Selatan, 16 Agustus 2009.

Referensi :

  1. Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 1998.
  2. Depdiknas, Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, Jakarta, 2008
  3. Moch. Tauhid, dkk, Karya Ki Hadjar Dewantara – Bagian Pertama, Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Yogyakarta, 2004
  4. Titiek Rohanah Hidayati, Guru : Mendidik, Mengajar, dan Tanggungjawab Profesi, Setara Press, Malang 2008

Daftar Isi